Let's join to be our partner Join Now!

Dua Tahun dan Detak yang Masih Sama

Please wait 0 seconds...
Scroll Down and click on Go to Link for destination
Congrats! Link is Generated

Dua Tahun dan Detak yang Masih Sama

Story EdelweissHari ini, tepat dua tahun sejak semesta menyatukan langkah kita dalam satu arah yang tak pernah aku duga sebelumnya. Dua tahun sejak waktu menautkan kita dalam simpul yang begitu erat, hingga kadang aku bertanya-tanya, apakah benang takdir memang telah ditenun sedemikian rupa sejak awal mula semesta berbisik tentang cinta? Dan hari ini, aku ingin bicara padamu, bukan hanya sebagai kekasih, tapi sebagai seseorang yang telah menjadi rumah dari setiap jiwaku yang pulang dengan rindu. Monolog ini bukan hanya sekadar kata-kata, tapi denyut hati yang kutumpahkan, bait demi bait, napas demi napas.

Setiap kali aku berkata rindu padamu, kamu selalu menjawab dengan senyuman yang tipis tapi tulus, “Nanti kita akan bertemu.” Seolah-olah pertemuan adalah titik temu, akhir dari segala kegelisahan dan kegundahan. Tapi bagiku, rindu bukan sekadar perjalanan yang selesai ketika kau hadir. Rindu itu seperti hujan yang terus turun meskipun tanah telah basah, seperti lagu yang terus berdendang meski telinga telah jenuh mendengar. Bahkan ketika jarak sudah tak lagi menjadi penghalang, rindu tetap tinggal, menari-nari di sudut hati, menyusup diam-diam dalam detik-detik kebersamaan kita.

Kau tahu, aku pernah mencoba menjelaskan rindu itu seperti apa. Tapi selalu gagal. Rindu padamu adalah sesuatu yang tidak mengenal logika. Ia hidup sendiri, tumbuh liar, berakar dalam dadaku. Bahkan ketika kamu duduk di sampingku, rindu itu masih saja menyeruak dari celah-celah keheningan. Matamu yang menatapku pun tidak sanggup mengusirnya. Karena ternyata, merindukanmu bukan tentang jarak fisik, tapi tentang betapa dalam aku mencintaimu hingga rasanya hatiku selalu ingin lebih dekat, lebih melekat, lebih larut dalam hadirmu yang tak pernah cukup kutangkap sepenuhnya.

Masih kuingat kata-katamu tempo lalu, “Mungkin nanti, relung hatiku yang selalu berdebar saat bersamamu akan tenang ketika kita sudah saling memiliki.” Tapi, Vee, bagiku detak itu tak pernah tenang. Justru semakin hari semakin keras. Seperti gendang yang dipukul oleh tangan semangat yang tak tahu lelah. Seperti hujan deras yang tak kunjung surut meski langit mulai terang. Karena mencintaimu tak pernah berhenti mengejutkanku. Setiap hari bersamamu selalu terasa seperti hari pertama aku jatuh cinta—deg-degan, gugup, penuh harap, dan sesekali takut. Takut kehilanganmu. Takut dunia tiba-tiba mencuri kamu dariku.

Kadang aku bertanya, kenapa perasaan ini tak juga reda? Padahal kita sudah saling memiliki. Tapi jawabannya selalu sama: karena mencintaimu bukan tentang “sudah” atau “telah”, melainkan tentang “terus”, tentang “selalu”. Aku selalu mencintaimu. Aku terus mencintaimu. Dan aku tak tahu caranya berhenti. Seolah-olah hatiku telah dikutuk untuk terus mencintaimu, dalam bentuk paling murni, paling jujur, bahkan ketika dunia seakan-akan ingin merobohkan segalanya.

Aku pun tak mengerti, mengapa merindukanmu menjadi hal yang tak pernah tertolong untuk diberhentikan. Rasanya seperti kebiasaan napas yang tak bisa disetop hanya karena paru-paru telah penuh. Seperti matahari yang tetap menyinari meski bumi telah cukup hangat. Bahkan ketika kita menggenggam tangan satu sama lain, ketika detik menjadi saksi bahwa kita di sini, bersama, hati ini tetap gelisah. Ada sisi dari diriku yang takut—takut kehilangan, takut terlambat mencintai lebih baik, takut tak mampu memberimu bahagia sebagaimana kamu pantas menerimanya.

Memilikimu adalah seperti menggenggam cahaya, sesuatu yang membuatku hangat tapi juga takut jika ia tiba-tiba redup. Tapi aku tahu, Tuhan tak pernah memberiku sesuatu yang sia-sia. Kamu adalah buah kebahagiaan yang kupetik dari pohon panjang kesabaran. Jawaban dari doa-doa panjang yang kulepaskan malam-malam sunyi, ketika aku bahkan tak tahu harus berharap pada siapa selain langit. Dan kemudian kamu datang, mengisi relung yang lama kosong, menghadirkan tawa pada duka, menjadi tempat aku pulang setelah hari yang penuh luka.

Vee, mencintaimu adalah hal pasti yang terus aku lakukan. Bahkan ketika aku tidak mengatakan apa-apa, bahkan ketika dunia membisukan kita, cinta itu tetap mengalir seperti sungai yang tak pernah kering. Ia menemukan caranya sendiri untuk tetap hidup—dalam sentuhan, dalam pandangan, dalam diam-diam doa yang kupanjatkan setiap malam. Kadang aku berpikir, andai cinta ini bisa kau dengar dalam bentuk suara, mungkin ia terdengar seperti ribuan nyanyian yang saling bersahutan, penuh harmoni, penuh getaran yang tak bisa didefinisikan dengan bahasa manusia.

Dua tahun, Vee. Dua tahun bukan waktu yang singkat, tapi juga bukan waktu yang cukup untuk membahasakan seluruh rasa ini. Setiap hari, aku menemukan sisi baru dari dirimu yang membuatku jatuh cinta sekali lagi. Entah itu caramu tertawa kecil saat pura-pura marah, atau caramu diam saat sedang berpikir—semuanya menghipnotis. Kamu selalu punya cara untuk membuat dunia di sekitarmu menjadi lebih hidup, lebih hangat, lebih layak untuk diperjuangkan. Aku sering diam-diam memperhatikanmu, hanya untuk meyakinkan diriku sendiri bahwa kamu benar-benar nyata, bukan mimpi yang hanya singgah lalu pergi.

Aku tak tahu bagaimana masa depan nanti. Tapi yang aku tahu pasti, aku ingin kamu selalu menjadi bagian dari masa depanku. Aku ingin kita merayakan ulang tahun cinta ini bukan hanya hari ini, tapi juga tahun-tahun mendatang. Aku ingin terus menulis kisah ini bersamamu, tanpa jeda, tanpa titik akhir. Dan andai waktu memberiku pilihan untuk mengulang segalanya dari awal, aku akan tetap memilih mencintaimu, dengan cara yang sama, dengan hati yang sama, dengan rindu yang bahkan belum pernah usai sejak pertama kali aku mengenal namamu.

Dan kini, saat angin Mei kembali menghembuskan aroma bunga yang sama seperti dua tahun lalu, aku kembali mengenang awal mula segalanya. Saat kita masih meraba-raba arah, mencoba memahami arti tatapan, membedakan antara nyaman dan cinta. Aku masih ingat, bagaimana aku mendekatimu dengan langkah-langkah kecil, tak ingin terburu, namun juga tak sanggup berpaling. Sejak awal, kamu seperti teka-teki yang justru membuatku ingin memecahkannya berkali-kali, bahkan ketika jawabannya sudah kutahu: kamu adalah satu-satunya yang ingin aku perjuangkan sampai akhir waktu.

Aku tak akan pernah menyebut perjalanan kita sempurna. Tidak, Vee. Kita pernah lelah, pernah salah paham, pernah diam-diam menahan tangis saat malam terlalu sunyi untuk berbicara. Tapi justru di titik-titik itulah aku semakin yakin, bahwa mencintaimu bukan sekadar perasaan, tapi keputusan. Keputusan untuk tetap tinggal meski badai datang, untuk tetap menggenggam walau tangan kita basah oleh air mata. Karena dalam dirimu aku temukan rumah yang tak hanya menyambutku pulang, tapi juga bersedia membenahiku ketika aku porak-poranda.

Mungkin cinta bukan hal besar yang selalu harus dirayakan dengan pesta dan gegap gempita. Cinta bisa jadi adalah momen kecil ketika kamu menggenggam tanganku saat aku gugup. Atau saat kamu mengingat hal-hal remeh yang bahkan aku sendiri lupa. Cinta adalah ketika kamu memelukku tanpa alasan, dan aku merasa seluruh luka dunia seketika reda. Cinta adalah kamu. Dalam bentuk paling sederhana dan paling megah sekaligus.

Kamu tahu, Vee, ada saat-saat di mana aku hanya diam menatap langit, lalu tersenyum. Karena aku sadar, di tengah segala kemungkinan yang bisa saja terjadi dalam hidup ini, aku beruntung dipertemukan denganmu. Di antara jutaan nama, semesta memilih untuk menyematkan namamu dalam setiap doaku. Dan jika nanti hidup membawa kita pada simpang jalan yang rumit, aku ingin kamu tahu bahwa aku akan tetap memilih jalan yang ada kamu di ujungnya. Meski berliku. Meski gelap. Aku akan tetap melangkah, selama kamu yang menunggu di sana.

Aku mencintaimu, dengan cara yang mungkin tak bisa aku uraikan sepenuhnya. Kadang cinta ini muncul dalam bentuk diam, dalam tatapan penuh makna, dalam senyum yang menyembunyikan rasa takut kehilangan. Kadang ia hadir dalam bentuk amarah kecil saat kamu lupa makan, atau dalam bentuk lelah yang tetap ingin aku bagi bersamamu. Cinta ini bukan sekadar kata, tapi nafas yang mendesak keluar meski aku mencoba menyimpannya rapat-rapat.

Dua tahun bersamamu mengajarkanku banyak hal. Tentang kesabaran, tentang memaafkan, tentang memperbaiki diri tanpa diminta. Kamu adalah guru terbaik dalam kelas kehidupan yang tak pernah aku daftar sebelumnya, tapi syukurku tak pernah habis karena akhirnya aku bisa duduk di sana—di sampingmu—belajar arti cinta dalam versi paling nyata.

Hari ini, saat kita kembali merayakan hari jadi ini, aku tidak ingin menjanjikan langit yang tak bisa aku gapai, atau janji-janji manis yang mudah terlupa. Aku hanya ingin menjanjikan satu hal: aku akan terus mencintaimu, dalam keadaan apapun kamu nantinya. Entah ketika rambutmu telah diselimuti uban, atau ketika tanganmu mulai gemetar menahan waktu, aku tetap ingin ada di sana—menemanimu, mencintaimu, membisikkan namamu dalam doa yang tak pernah henti.

Aku tahu cinta tak selalu mudah. Tapi kamu membuatnya layak. Kamu menjadikannya perjuangan yang ingin aku hadapi setiap hari. Dan jika nanti usia kita terus bertambah, semoga kita tidak hanya tumbuh tua bersama, tapi juga tumbuh dalam cinta yang semakin kuat, semakin dalam, dan semakin penuh makna. Aku ingin kita menjadi kisah yang diceritakan berulang-ulang, bukan karena dramanya, tapi karena ketulusannya.

Jadi, Vee, di hari yang indah ini, izinkan aku mengucapkan satu kalimat yang mungkin sudah terlalu sering kamu dengar, tapi selalu datang dari tempat paling tulus dalam hatiku: aku mencintaimu. Hari ini, esok, dan untuk semua hari yang akan datang. Terima kasih karena sudah menjadi rumah, pelabuhan, dan tempat semua rinduku pulang.

Selamat ulang tahun cinta kita yang kedua. Semoga dua tahun ini hanyalah permulaan dari perjalanan panjang yang akan terus kita ukir bersama. Dalam peluk yang tak pernah lelah, dalam doa yang terus kuletakkan di antara jarak dan waktu, aku akan selalu memilihmu.

Selamanya.

Teruntuk Kekasihku, Vee

Happy Aniversary Sayang

Post a Comment

Oops!
It seems there is something wrong with your internet connection. Please connect to the internet and start browsing again.
Site is Blocked
Sorry! This site is not available in your country.